Friday 13 February 2015

Sejenak Nostalgia Masa Kecil

Pagi ini aku sudah berencana untuk membuat sesuatu, makanan, foodporn, masak-masak. Maka dari itu, pergilah aku ke sebuah minimarket untuk membeli bahan-bahannya. Ambil, ambil, ambil, bayar, pulang. Sesampainya di rumah, aku langsung motongin bahan-bahan yang aku beli tadi. Kagetlah aku ketika membuka kejunya. Jeng jeng jeng jeng, "Lhoh, kok cekung ngene sih? Gek ono bintik-bintik e. Deloken kik," kataku pada adikku yang saat itu sedang memotong-motong sosis. Lalu aku lihat tanggal kadaluarsanya, 13 Feb dengan tahun yang sedikit samar namun tidak meragukan bahwa di situ tertulis angka 15. 13 Februari 2015, yang berarti adalah hari ini. Ya, hari ini keju itu sudah tidak layak dikonsumsi. Sebel banget. Lalu aku bergegas pergi ke minimarket itu lagi. Ngeng... Parkir, masuk. Eh tiba-tiba ada yang manggil aku. Temen deketku dulu waktu kecil, anak neighbourhood, yang sekarang kerja di minimarket itu. "Eh, hai... Huuuh, mosok aku tuku keju, kadaluarsa. Sebel banget aku," keluhku padanya. "Oh, diijolke wae," sarannya. Kemudian aku berjalan cepat menuju kounter keju dan coklat, tempatku memesan keju. "Mbak mbak," panggilku ke mbak-mbak penjaga kounter. Bersyukur banget yang datang adalah mbak-mbak yang tadi ngambilin aku keju. Jadi aku bisa marah-marah komplein ke dia. "Ki mbak, kadaluarsa!" kataku pada mbak-mbak yang raut mukanya sedikit terlihat bingung. "Ini mau ditukar, mbak?" kata-katanya sedikit terbata. "Iya lah tuker, kalo ada yang gak kadaluarsa sih," kataku ketus, karena sudah terlalu kesal. Kemudian mbak-mbak tadi mengambilkan satu keju dari dalam lemari kaca. Aku lihat tanggal kadaluarsanya, Mei. "Kalo udah kadaluarsa jangan dijual dong mbak!" tambahku sebelum pergi. "Pie?" tanya temenku tadi. "Uwes, bla bla bla..." akupun berlalu.

Karena aku bertemu temen lamaku tadi, sebut saja namanya Tari, di sepanjang perjalanan, aku teringat sesuatu. Dulu waktu kecil, kami adalah sahabat. Main bongkar pasang, lompat tali, delikan, sikep jengkol, kasti, masak-masakan, anak-anakan, tukeran diary, main Tamagotchi bareng... Tiap ada aku, pasti ada dia, begitu pula sebaliknya. Ya, walaupun pernah beberapa kali kami berantem dan musuhan. K, kita bahas satu-satu ya, aku lagi pengen bernostalgia masa kecil kami, aku dan dia, juga teman-teman yang lainnya.

1. Permainan Masa Kecil
Bongkar pasang. Anak-anak cewek generasi 90-an, pasti pernah deh mainan bongkar pasang waktu kecil. Dulu kami biasa main bongkar pasang. Aku, Tari, Ana, dan kakaknya Tari. Ana, adalah anak yang paling "miskin" waktu itu. Miskin di sini, maksudnya dia gak terlalu suka bongkar pasang, makanya dia cuma punya sedikit. Sedangkan yang paling "kaya" adalah kakaknya Tari, namanya mbak Izah. Bongkar pasangnya banyak banget, bagus-bagus. Dia juga punya kursi-kursian, tempat tidur, sofa yang terbuat dari plastik. Dia juga punya banyak kaset. Dengan kaset itu, kita buat dinding-dinding rumah. Karena dia punya banyak, jadi rumahnya dulu gede banget. Kami jadi iri. Pernah suatu hari, mbak Izah marah sama kakaknya yang cowok. Iya, Tari emang punya banyak banget kakak. Karena marah dan kesal, mbak Izah menendang rumah bongkar pasangnya yang sudah setengah jadi. Bubar deh, gak jadi main.

Ini nih yang namanya mainan Bongkar Pasang
(buat yang gak tau aja sih).

Kreatifnya anak-anak generasi 90-an nih ya, kalo kepala orang-orangannya putus, disambung pake kertas yang dilem di belakang kepalanya. Aku udah survey ke beberapa temen-temen kuliahku yang rumahnya dari berbagai penjuru, ternyata mereka juga melakukan hal yang sama. Hahaha...

Masak-masakan. Kami juga sering main masak-masakan. Dulu sebelum "buka lapak" kami belanja sayuran dulu. Naik sepeda, bawa keranjang, lalu kami berangkat ke komplek bawah (FYI, rumah kami adalah komplek atas, yang kalo dilihat di peta, warnanya merah. Itupun kalo kelihatan.) Kami pergi ke perwitan (Yang kalo dibahasa-Indonesiakan menjadi perpohonan. Aku yang ngasih nama loh. Hahaha. Penting banget.) Lalu kami "berbelanja" sayuran sesuka hati. Yang paling sering kami jual adalah bakmi dan es teh. Bakmi yang terbuat dari tanaman tali putri (Cassyta filiformis), dan es teh yang terbuat dari perasan daun jati. Seneng pas masaknya doang sih, soalnya gak ada yang beli. Bubar deh.

Lompat tali. Kalo main ini, gak cuma sama temen-temen cewek aja. Sama cowok juga. Permainan lompat tali "versi" desa kami juga bermacam-macam. Ada yang jongkok, berdiri, anak-mbok an... Pernah suatu hari, kami main lompat tali, yang jaga aku sama Arif. Waktu itu, karena lagi "udur-uduran" Toni lompat-lompatin tali tanpa alesan yang jelas. Tak disangka, tiba-tiba karetnya putus dan kena patela -dengkul- ku, yang waktu itu lagi sakit karena habis jatuh. Aku nangis, temen-temen yang lain nanya siapa yang salah. "Huhuhuhu... Arif seng salah," kataku sambil nangis. "Lhoh, gek aku ig. Toni kui lho, seng lompat-lompat," Arif membela diri. "Huuuu, mbela!" tambahnya. Nih ya, aku gak nyalahin Toni karena pas dia lompat-lompat, aku lihat dia gak nyenggol karetnya sama sekali. Jadi gak mungkin karet itu putus karena dia. Tapi aku juga gak tau kenapa aku nyalahin Arif, mungkin karena aku gak terlalu suka sama dia. Sejak saat itu, aku dan Arif fix musuhan.

Waaaah, kalo ngomongin permainan yang dulu kami mainkan, buku setebal KBBI pun gak akan pernah cukup. Jadi kita pindah poin nomer 2 ya.

2. Naksir Cowok
Naksir-naksir biasa lah. Suka doang. Ceritanya, sore-sore aku main ke rumah Nita. Lalu kami cerita-cerita banyak, salah satunya soal cowok. "Eh, Adi ganteng ya," Nita membuka topik baru. "Hahahaha.. Mosok sih?" tawaku yang agak canggung karena nama itu disebut. Adi adalah anaknya bu RT, cowok yang aku suka waktu itu. "Aku seneng deh karo Adi," kata Nita. Karena dia mulai jujur, akupun tak takut lagi untuk menyatakan perasaanku juga. Perasaan yang sama dengan yang dirasakan Nita tentang Adi. "Aku iyo. Heheheh... Eh, tapi kayane Adi seneng karo mbak Tari deh," aku mengungkapkan pemikiranku selama ini. Kemudian kami pergi keluar, eh ketemu sama Tari, Ana, dan Ria. Aku dan Nita segera mencegat mereka lalu menanyakan sebuah pertanyaan konyol, "Eh, kowe seneng karo Adi gak?" Anehnya, mereka semua menjawab IYA. Hahahaha... Hari berikutnya, kami semua menyatakan perasaan kami pada Adi. "Eh Di, kita meh ngomong karo kowe," kata Tari yang waktu itu melihat Adi sedang melintas. "Awak dewe, kabeh seneng karo kowe." akunya, mewakili kami semua. Adi hanya diam saja, terlihat salah tingkah. Besoknya, yaa just like nothing happened.

3. Tipuan Peri
Dulu, saat hari sudah sangat sore, hampir maghrib tapi belum gelap, setelah kami lelah main lompat tali, atau permainan lainnya, kami duduk-duduk makan jambu biji. Dulu di tepi gang ada pohon jambu yang diklaim sama Tari dan kakaknya karena pohon itu ada di sebelah rumah mereka. Terserah saja, yang penting kami masih bisa metik tuh jambu. Biasanya, yang pulang terakhir adalah aku dan Tari, masih duduk-duduk cerita-cerita. Pernah suatu saat, ketika kami sedang duduk-duduk, aku kelilipan. Aku ngucek-ngucek mata, dan setelah aku buka mata, aku buta melihat ada kerlip-kerlip, seperti bidadari keluar. "EH, AKU WERUH PERI!" seruku. "Endi? Endi?" tanya Tari penasaran. Waktu itu, sinetron Bidadari-nya Marshanda lagi tayang di TV, jadi selama beberapa hari ke depan, kami ngomongin sinetron Bidadari dan "peri" yang aku lihat. Belakangan aku tau kalo kerlip-kerlip yang aku lihat, ialah mataku yang berkunang-kunang. Tapi aku gak bilang ke Tari, biarin aja dia ngira kalo aku emang bisa lihat peri. HAHAHAHA...

4. Kebiasaan Bulan Ramadhan
Kebiasaan bulan ramadhan? Banyak, ada TPA, tarawih, shubuhan di masjid. Tiap bulan ramadhan, pasti banyak anak yang TPA. Yang gak pernah TPA, tiba-tiba jadi rajin karena dapet takjil. Waktu tarawih juga masjid penuh. Gak cuma yang mau sholat. Anak-anak banyak yang malah main sepedaan di sekitar masjid. Biasanya waktu tarawih, kami anak-anak muda, eh maksudnya anak-anak kecil (Umur 10 tahunan itu termasuk muda apa kecil ya?) selalu menggerombol tempatnya. Seringnya sih di luar, soalnya adem. Sholat isya, sholat. Khotbah, dengerin. Tapi kadang kami capek sholat dan akhirnya, kami absen tarawih 1 kali. Kadang absen witir. Hahaha, astaghfirullah ampuni kami ya Allah. Jadi selama absen itu, kami tidur-tiduran, ngobrol bisik-bisik, dan pas takhiyat akhir kami pura-pura ikutan, biar dikira sholat. Astaghfirullah... Hahahahaha, parental advisory content nih, tolong jangan ditiru. Hanya yang profesional saja yang boleh melakukannya. Wups.

Masa kecil memang sangat indah. Karena masalah yang kita hadapi hanyalah sebatas musuhan-musuhan gak penting. Tapi tentu saja kita tidak bisa memilih untuk terus menjadi anak kecil, mau tidak mau kita harus tumbuh dan berkembang karena Neverland hanya ada di film Peter Pan. Hanya Peter dan Kapten Hook yang bisa tinggal di sana, bahkan Wendy pun tidak bisa selamanya tinggal di Neverland. Tapi jangan menyesal menjadi dewasa, setidaknya kita pernah mengalami masa-masa itu, masa kecil yang begitu indah. Bersyukur aku terlahir di era 90-an di mana masa kecilku belum dijajah oleh monster dari masa depan yang disebut gadget.

1 comments:

 

LIMPPOMPOM Template by Ipietoon Cute Blog Design and Waterpark Gambang