25 Desember. Tahun 2015 akan segera habis, berganti dengan tahun 2016. Saat ini usiaku sudah lebih dari kepala dua, lebih tepatnya dua puluh dua. Apa sih artinya sebuah angka? Hmm.. bagiku, angka ini sebagai penghitung bahwa aku sudah cukup lama berada di dunia ini. Banyak hal yang aku alami, aku rasakan, selama aku hidup. Mulai saat aku masih belum bisa mengingat, mengerti, sampai sekarang, bahkan nanti saat aku tak bisa mengingat lagi. Maka sebelum itu terjadi, aku akan menuliskannya di sini. Hanya untuk mengingatkan pada diriku sendiri bahwa aku punya masa kecil yang sangat memorable.
Di Sekolah
Aku ingat betul, dulu waktu SD, aku bukan anak yang populer. Aku bukan yang terbaik, namun bukan yang terburuk. Waktu kelas 1 dan 2, aku selalu dapat rangking 2. Tapi entahlah, aku tidak terlalu tau arti rangking jadi sikapku biasa saja. Sampai saat mulai kelas 4, teman sekelasku yang bernama Duani, yang mana selalu rangking 1 menyuarakan perasaan bangganya terhadap diri sendiri karena selalu mendapat rangking 1. Aku, yang sejak kelas 3 rangkingnya menurun jadi sedikit mikir, "Dulu aku juga sering dapat rangking 2." Dari situ aku baru tau arti rangking. Tapi sampai SD berakhir aku tak pernah lagi menjadi nomor 2, apalagi 1.
Aku ingat betul, dulu waktu SD, aku bukan anak yang populer. Aku bukan yang terbaik, namun bukan yang terburuk. Waktu kelas 1 dan 2, aku selalu dapat rangking 2. Tapi entahlah, aku tidak terlalu tau arti rangking jadi sikapku biasa saja. Sampai saat mulai kelas 4, teman sekelasku yang bernama Duani, yang mana selalu rangking 1 menyuarakan perasaan bangganya terhadap diri sendiri karena selalu mendapat rangking 1. Aku, yang sejak kelas 3 rangkingnya menurun jadi sedikit mikir, "Dulu aku juga sering dapat rangking 2." Dari situ aku baru tau arti rangking. Tapi sampai SD berakhir aku tak pernah lagi menjadi nomor 2, apalagi 1.
Dibully
Ketika SD, aku bukan orang yang punya banyak teman. Kebanyakan temanku adalah mereka yang aku kenal karena saat TK kami satu sekolah, juga Toni yang notabene adalah tetanggaku. Tapi saat kelas 1, karena mereka (teman-teman TK ku) selalu ditunggu oleh ibunya, sedangkan aku tidak, jadi ke mana-mana aku sendiri. Aku tidak populer, akupun tidak punya geng. Sempat waktu itu aku merasa terintimidasi oleh 3 anak, yang belakangan aku tau namanya Duani, Niken, dan Heni, mereka sepertinya satu geng. Entahlah. Mereka kenal dengan kakak kelas yang akupun tidak tau mengapa dia terlihat sangat benci denganku. Pernah aku "dilabrak" tapi aku tidak takut. Aku baca bet namanya N I N G S I H. Lalu dengan santai aku berkata, "Jenengmu Ningsih to?" Tidak tau, apa yang membuatku berkata demikian, namun aku berharap dia kagum dengan kemampuan membacaku (karena waktu itu aku kelas 1) dan dia berhenti menatapku dengan tatapan meremehkan. Rupanya berhasil. Mereka, Duani, Niken, Heni, dan ketua gengnya, Ningsih, enyah dari hadapanku.
Ketika SD, aku bukan orang yang punya banyak teman. Kebanyakan temanku adalah mereka yang aku kenal karena saat TK kami satu sekolah, juga Toni yang notabene adalah tetanggaku. Tapi saat kelas 1, karena mereka (teman-teman TK ku) selalu ditunggu oleh ibunya, sedangkan aku tidak, jadi ke mana-mana aku sendiri. Aku tidak populer, akupun tidak punya geng. Sempat waktu itu aku merasa terintimidasi oleh 3 anak, yang belakangan aku tau namanya Duani, Niken, dan Heni, mereka sepertinya satu geng. Entahlah. Mereka kenal dengan kakak kelas yang akupun tidak tau mengapa dia terlihat sangat benci denganku. Pernah aku "dilabrak" tapi aku tidak takut. Aku baca bet namanya N I N G S I H. Lalu dengan santai aku berkata, "Jenengmu Ningsih to?" Tidak tau, apa yang membuatku berkata demikian, namun aku berharap dia kagum dengan kemampuan membacaku (karena waktu itu aku kelas 1) dan dia berhenti menatapku dengan tatapan meremehkan. Rupanya berhasil. Mereka, Duani, Niken, Heni, dan ketua gengnya, Ningsih, enyah dari hadapanku.